VARTADIY.COM –SLEMAN- Kultur yang kondusif merupakan suatu aktivitas pembelajaran yang mengantarkan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh satuan pendidikan, dan menjadi tolok ukur pada kelakuan peserta didik.
Hal tersebut bisa berjalan apabila ada kesadaran masyarakat khususnya sekolah, keluarga dan masyarakat untuk berkolaborasi dengan pendidikan sebagai pendekatannya. Keterlibatan orang tua untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak setidaknya diharapkan mampu berperan sebagai agen perubahan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan tetap berpatokan pada etika dan budaya Indonesia.
Baca Juga: Pemain Film Yogya Ningsih Maharani Pilih-pilih Skenario
Paparan tersebut disampaikan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Nonformal pada Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi UNY Prof. Dr. Serafin Wisni Septiarti. Menurutnya konfigurasi pendidikan anak marginal merupakan proses pembentukan pola pendidikan informal dalam keluarga dan lingkungan yang secara sinergis bersama sekolah berbasis sistem pengetahuan, nilai, sikap dan kecakapan dasar atau keterampilan yang dibutuhkan anak dalam perkembangan sosialnya.
“Proses pembelajaran informal tidak lepas dari peran, fungsi keluarga, suasana rumah, kondisi sosial ekonomi, teman sebaya, media massa serta lingkungan tempat tinggal merupakan proses terjadinya kontinuitas pendidikan antara keluarga dan sekolah” katanya, Minggu (24/4) di UNY.
Baca Juga: Persiapan SEA Games 2023, Timnas Polo Air Putra Juara Turnamen Di Eropa
Wanita kelahiran Yogyakarta, 12 September 1958 itu mengatakan karakteristik anak marginal dengan latar belakang sosial ekonomi rendah, akses terhadap aspek informasi dan teknologi rendah, sering disebut rentan terhadap perubahan sosial berdampak negatif pada kualitas hidup dan masa depannya.
“Pendidikan non formal memiliki peluang sekaligus tantangan untuk menjadi pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan formal. Oleh karena itu penddidikan menjadi salah satu alternatif pembangunan pendidikan bagi anak-anak yang secara sosial ekonomi dan budaya kurang beruntung” kata Wisni.
Satuan-satuan pendidikan yang berkembang di masyarakat seperti lembaga kursus, pendidikan keterampilan berdasarkan potensi dan jenis keterampilan sesuai dengan kebutuhan belajar anak-anak marginal. Prinsip kemitraan, kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan kelompok marginal melalui penelitian, pengabdian pada masyarakat perlu dikuatkan secara kelembagaan, terkhusus program studi yang berkait erat dengan peningkatan aksesibilitas pendidikan yang berkualitas untuk semua.
Baca Juga: Disuport Ganjar Pranowo, Akbara Gratiskan Subsidi Biaya Pendidikan Mahasiswa Baru.Ini Ulasannya
Menurut dosen Pendidikan Luar Sekolah FIPP UNY tersebut aksesibilitas pendidikan berkualitas bagi semua menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan anak-anak marginal berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sampai saat ini menjadi prioritas pembangunan.
Pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan formal dan pendidikan nonformal mensyaratkan peran pendidik berperspektif multikultural, memberi kesempatan yang sama bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensi, memfasilitasi belajar dengan berbagai perbedaan, minat, gaya belajar peserta didik. Oleh karena itu pendidik dalam tugas pembelajarannya menggunakan metode, strategi yang berbeda (deferential learning).
Doktor Ilmu Pendidikan Pascasarjana UNY itu memaparkan secara perundang-undangan, peserta didik sekalipun mereka adalah rentan, marginal, terpinggirkan yang sangat identik dengan keterbatasan ini memiliki hak yang sama untuk menikmati layanan pendidikan formal maupun non formal di usia sekolahnya.
Baca Juga: Bani Ilyas Sokaraja Banyumas Syawalan di Kaki Gunung Slamet