VARTADIY.com - Jasa Raden Ajeng Kartini terhadap bangsa Indonesia tak terbantahkan. Terutama bagi para perempuan. Mengenang perjuangan heroik Kartini, sejumlah penyair menuliskan puisi dan dihimpun Akar Ketuban dalam antologi puisi Kartini Menurut Saya. Dikuratori Joko Pinurbo, dieditori Umi Kulsum. Terbit tahun 2021.
Ada 70 penyair yang beruntung lolos di buku ini. Menurut Umi Kulsum, pendiri Akar Ketuban, antologi ini bukan sebagai ajang adu ampuh-ampuhan sebagai penyair.
"Yang perlu dicatat, dari waktu ke waktu lahir generasi penulis yang memiliki gaya yang khas dan unik, berbeda dengan para pendahulunya," papar Umi Kulsum, penyair yang tinggal di Bangunjiwa Kasihan Bantul Yogyakarta.
Baca Juga: Epilog: Penyair Identik dengan Kemalasan?
Baca Juga: Penyair Fauzi Absal Bilang, Puisi Tak Bisa Menghidupi
Baca Juga: Penyair Semarang Beno Siang Pamungkas Tertipu Pariwisata Yogya
Di mata Joko Pinurbo, "Kartini adalah/sebuah novel lama/yang sampai sekarang/belum selesai dibaca oleh Kartono... (hal 79).
Amatan Budhi Setyawan, "Saat para perempuan lebih banyak yang menunggu keajaiban/kartini ingin membaca lagu surat-suratnya di masa lalu.... Penyair yang tinggal di Bekasi itu menegaskan dalam puisinya berjudul Kartini Masih Menangis Tetapi Siapa yang Mendengar (hal 33).
Pandangan Aprinus Salam, Dosen FIB UGM, pikiran Kartini "Terhujat di antara catatan-catanan yang tak lengkap...."
Lebih jelas Aprinus mengurai jejak Kartini lewat puisi berjudul Antropologi Kartini :
Menelusuri Kartini, seperti mengikuti huruf-huruf yang berjalan, dari kepala hingga tinta yang tumpah, menetes pada lembar-lembar yang beterbangan, terus mengalir, ke pelosok tanah dan sudut rumahmu....
Versi Tjahjono Widarmanto, penyair Ngawi Jawa Timur, Kartini tidak ingin dianggap istimewa atau lebih tinggi derajatnya.
jangan sekali-kali kau sebut aku perempuan priyanyi
apalagi perempuan ningrat