Ternyata Cuan Petani Pembibitan Ikan Menggiurkan

- Rabu, 13 April 2022 | 04:18 WIB
Mashudi di kolam ikan miliknya (dokumentasi)
Mashudi di kolam ikan miliknya (dokumentasi)

 

VARTADIY –SLEMAN-  Andai anak-anak muda  tahu berapa cuan yang didapat petani ikan, mungkin mereka akan berbondong-bondong ingin jadi petani ikan.

Selama ini, sebagian besar anak muda  yang menempuh pendidikan tinggi punya obsesi kerja di instansi pemerintah atau perusahaan besar yang menjanjikan penghasilan dan jenjang karier menggiurkan. Apalagi bila mereka lulusan  perguruan tinggi favorit.

Tapi tidak demikian dengan Mashusi SP (48). Lulusan Fakultas  Pertanian UGM ini justru tidak tertarik bekerja kantoran atau bergabung dengan perusahan besar. Pria lajang warga Sruni Wukirsari Cangkringan Sleman ini justru tertarik mengaplikasikan ilmu yang dimiliki untuk mengelola usaha di bidang pertanian.

Sejak masih mahasiswa, Mashudi sudah nyambi beternak sapi. Meski usaha ternaknya saat itu belum bisa dibilang besar. Namun setidaknya, dari kandang sapi itulah dia menumbuhkan spirit kemandirian dan berkreasi menemukan terobosan-terobosan yang bisa menghasilkan peluang.

"Pada 2012, saya terpaksa mengalihkan usaha. Saya tutup kandang, ganti haluan mengelola sektor pertanian. Menanam berbagai sayuran," kenangnya.

Mashudi menghentikan usaha ternak sapi gegara harga sapi saat itu terjun bebas akibat kebijakan pemerintah melakukan impor.

Diakui Mashudi, impor sapi dan bahan pangan, sampai sekarang memang menjadi hal dilematis. Satu sisi ada alasan pemerintah untuk mengamankan stok  pangan dalam negeri. Di sisi lain berimbas terhadap harga bahan pangan di dalam negeri menjadi terjun bebas yang merugikan petani.

Kebijakan impor pangan juga mengundang kecurigaan adanya pihak tertentu yang mengeruk keuntungan. Namun di balik itu, ada pertanyaan, mengapa harga bahan pangan impor lebih murah. Adakah yang salah dengan dunia pertanian di negeri ini?

Terlepas dari kontroversi impor bahan pangan, setelah memutuskan tutup kandang, konsentrasi Mashudi beralih ke sawah. Dia kelola sawah-sawahnya dengan menanam berbagai sayuran yang dianggap memiliki ekonomis tinggi.

"Namun yang terjadi, bertani ternyata lebih susah. Diombang-ambingkan harga pasar.

Pada suatu saat, harga cabai bisa tembus seratus ribu. Namun pada suatu ketika harga nyungsep menjadi hanya lima belas ribu. Petani jadi bulan-bulanan permainan harga," jelasnya.

Tiga tahun Mashudi intens bersawah. Galau melihat prospek bercocok tanam di sawah tak memberinya profit sebanding jerih payah dan modal, dia akhirnya memutuskan pindah menekuni bidang perikanan.  Di sektor inilah dia mula merasakan manisnya cucuran keringat.

                                               ***

GAGAL di peternakan sapi dan mengelola sawah, tidak membuat Mashudi  patah arang. Dia kemudian banting stir mengelola usaha perikanan.

Halaman:

Editor: Adam Bintang

Terkini

Bunga Honje: Indah Segar Kaya Manfaat

Rabu, 29 Maret 2023 | 14:57 WIB

Kenapa Manusia Membodohkan Diri?

Selasa, 28 Maret 2023 | 12:05 WIB

Parfum Tahan Lama, Gimana Caranya?

Selasa, 28 Maret 2023 | 09:05 WIB

Diskursus Perempuan Pencerah Peradaban

Rabu, 22 Maret 2023 | 08:33 WIB

Komunitas Semak Kata Gelar Sarasehan Puisi

Selasa, 14 Maret 2023 | 20:24 WIB

Lima Cara Mendeteksi Kebohongan Seseorang

Kamis, 9 Maret 2023 | 19:24 WIB

Fenomena Dawet Ayu Banjarnegara: Serupa Beda Rasa

Senin, 27 Februari 2023 | 16:09 WIB

Isra Mi'raj dan Teori Pariwisata Modern

Jumat, 17 Februari 2023 | 18:40 WIB

Jika Pasangan Tiba-tiba Ingin Berpisah Harus Bagaimana?

Selasa, 14 Februari 2023 | 09:35 WIB

Cara Atasi Asam Lambung yang Meninggi

Senin, 13 Februari 2023 | 13:05 WIB

Gagal Berumah Tangga Tak Bikin Trauma

Senin, 13 Februari 2023 | 09:51 WIB

Epilog: Penyair Identik dengan Kemalasan?

Senin, 13 Februari 2023 | 08:58 WIB

Wiwin Andie Mantan Model, Kini Desainer Potensial

Rabu, 1 Februari 2023 | 07:27 WIB

Menghitung UKT dari Gaji Orangtua, Begini Caranya

Senin, 30 Januari 2023 | 16:21 WIB
X