Vartadiy.com- Tak banyak yang punya keberanian untuk berhenti dari pekerjaan di perusahaan besar ketika karir sedang posisi menuju puncak. Tapi, Fika Puspitasari adalah salah satu sosok langka itu. Alasannya, karena keluarga adalah harta yang lebih berharga daripada uang dan jabatan. Bagaimana kisahnya?
Dua belas tahun merintis karir di dunia perbankan dengan prestasi dan reputasi yang bagus, Fika Puspitasari akhirnya memilih keputusan yang dramatis. Yakni, memilih risain justru ketika pimpinan akan menempatkannya di posisi jabatan yang lebih tinggi dan strategis. Yang gajinya lebih berlipat, tunjangannya menggiurkan, dan diberikan berbagai fasilitas seperti rumah, mobil, sopir pribadi, dan kewenangan yang lebih luas.
Baca Juga: Jumat Curhat Kapolda DIY Diapresiasi Panewu Depok Sleman
"Terakhir saya berkarir di Bank Mandiri Yogya. Itu setelah melalui beberapa perbankan dan sempat di Jakarta lima tahun saat awal-awal bekerja. Karena selalu mencapai target, saya dipromosikan untuk menempati jabatan yang lebih tinggi di Kanwil Semarang. Dengan penghasilan, tunjangan, dan segala fasilitasnya. Pasti senang. Manusiawi. Apalagi di luar sana ada ratusan orang yang bermimpi untuk mencapai posisi itu. Sementara saya yang tak memikirkannya malah mendapatkannya. Namun, pada saat yang sama muncul rasa bimbang dalam hatinya. Apalagi yang kamu cari Fika?" kenang alumnus FMIPA jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada ini.
Pindah ke Semarang artinya harus berpisah dengan keluarga. Padahal ada dua anak yang masih kecil dan suami yang butuh komunikasi dan tatap muka setiap hari. Saat di Yogya saja saya seringkali pulang malam.
Baca Juga: Mengenal Resti, Mantri BRI Tangguh Yang Melayani Masyarakat Sungai Guntung
Ketemu intens dengan anak-anak hanya Sabtu dan Minggu. Bagaimana kalau saya berjauhan dengan mereka? Bisa-bisa ketemunya sebulan sekali karena banyaknya kesibukan. Di situ ada perang batin. Antara keluarga atau karir. Antara jabatan atau suami dan anak-anak. Itu sangat menggelisahkan sebagai perempuan.
Itulah sebabnya surat persetujuan pindah kerja tidak segera ia tanda tangani. Selama berhari-hari. Sampai batas akhir deadline.
"Hingga akhirnya saya membuat keputusan besar itu. Menghadap pimpinan bukan untuk mengiyakan permintaannya. Tapi justru membawa surat pengunduran diri. Banyak yang kaget. Banyak yang tidak paham. Banyak yang menyayangkan. Tapi inilah keputusan terpenting yang harus saya ambil dalam sejarah hidup saya," tandasnya.
Ada dua pertimbangan penting yang menjadi alasan mendasar keputusan itu. "Pertama, saya punya suami yang memang tugasnya mencari nafkah. Dan saya merasa penghasilannya sebagai pengusaha sudah cukup kalau sekedar untuk hidup di Yogya dengan standar kebanyakan orang. Jadi, saya tak harus ngotot untuk mengejar karir. Bukankah mencari nafkah memang kewajiban suami, bukan isteri? Saya merasa aktualisasi sudah cukup di dunia kerja, sudah merasakan semuanya, saatnya kembali ke keluarga," jelasnya.
Alasan yang kedua yang membuat Fika mantap dengan keputusannya adalah kedua anaknya yang berada di masa golden age.
"Waktu itu yang satu di SD, satunya masih TK. Masih lucu-lucunya. Saya membayangkan, kalau saya pindah ke Semarang saya akan kehilangan momen-momen indah bersama mereka. Tidak bisa melihat pertumbuhan mereka setiap hari. Tidak bisa lagi mengantar mereka berangkat sekolah atau menjemputnya. Saya akan kehilangan kebersamaan-kebersamaan kecil itu. Sebagai perempuan tiba-tiba saya takut. Membayangkan kalau tiba-tiba anak-anak tak lagi dekat dengan ibunya. Karena tak mendapatkan kasih sayang dan perhatian setiap hari," tandasnya.
Baca Juga: Hobi Baru yang Bisa Tingkatkan Mood Positif di 2023