Vartadiy.com -SLEMAN- Tidak ada keberhasilan yang diperoleh dengan cara instan. Orang sukses selalu melewati perjuangan panjang. Ibarat harus berdarah-darah.
Definisi sukses pun bermacam-macam. Menurut H ardi sehami SAg MMPar, tidak ada orang sukses tanpa melalui proses dan melewati banyak tantangan. “Sukses merupakan jawaban masa lalu,” ujarnya.
Apa yang diperoleh Ardi yang kini dikenal sebagai pengusaha arum manis dengan puluhan kayawan, merupakan buah dari perjalanan hidup yang penuh tantangan dan rintangan. Selain sukses berbisnis, warga Berbah ini juga suskes menjadi seorang politisi dan kini duduk sebagai anggota DPRD Sleman. Ardi juga aktif berdakwah dan aktif di persyaikatan Muhammadiyah.
Baca Juga: Mengatasi Asam Lambung yang Meninggi
Ardi berkisah, dia lahir dari keluarga petani yang ulet. Untuk sekolah di SD, dia harus jalan kaki pagi 1 jam dan pulangnya juga jalan kaki 1 jam.
“Lulus SD saya melanjutkan ke SMP. Saya dititipkan ke seorang guru dari NTB yang bekerja di Manggarai. Tinggal bersama guru membuat hidup saya lebih tertempa. Setiap malam bangun dan menunaikan salat tahajud. Di saat teman-teman seusia saya bermain bebas, saya terbiasa hidup dengan peraturan dan yang paling penting terbiasa dengan kehidupan religius,” paparnya.
Setiap Sabtu, Ardi pulang ke rumah orangtuanya. Jalan kaki 5 kilometer. Minggu sore kembali lagi ke rumah guru jalan kaki dengan memanggul kayu bakar dan beras. Rutinitas ini dilakukan Ardi sampai lulus SMP.
Baca Juga: Gaslighting : Kekerasan Emosional Berbahaya Orang Dekat
Lalu melanjutkan ke madasah aliyah negeri di kabupaten Ende. Awalnya ikut keluarga. Sambil sekolah , Ardi jualan es lilin. Berangkat pagi jalan kaki sejauh 5 kilometer. Pulang sekolah naik angkutan umum. “Lalu saya tinggal di masjid. Menjadi muadzin dan membimbing mengaji,” ujarnya.
Tahun 1992 terjadi tsunami di NTT. Banyak bangunan roboh di wilayah kabupaten Ende. Kebetulan, lanjut Ardi, masjid tempat dia tinggal dan menjadi muadzin, utuh. Tak ada kerusakan.
“Ada 3 pegawai Depag di Ende yang rumahnya hancur. Mereka berasal dari Jawa. Lalu ikut tinggal di rumah marbot (takmir) di kompleks masjid raya. Salah satu di antara mereka dari Yogya, putera kiai pemilik Pondok Pesantren Wahid Hasyim Nologaten,” tuturnya.
Baca Juga: 4 Kisah di Balik Perayaan Imlek, dari Monster Nian hingga Warna Merah
Oleh putera kiai tersebut, Ardi ditawari kuliah di Yogya. Biaya hidup selama di Yogya akan dibantu. Selama kuliah Ardi bisa tinggal di pesanten.
“Saya izin orang tua, dan mereka sanggup membayar uang kuliah. Untuk biaya hidup, saya tinggal dan makan ikut pesantren,” ungkapnya.
Artikel Terkait
Perjuangan Menyulap Desa Tertinggal Menjadi Sentra Perikanan Terdepan
Langkah Holistik Mengentas Kaum Perempuan Korban Zaman
Petani Vanili Rahasiakan Jumlah Tanaman, Ini Sebabnya...
Fika Puspitasari Tinggalkan Jabatan di Bank Pilih Kerja Mandiri