Menyamakan Bahasa Menegaskan Kesepakatan

- Rabu, 25 Januari 2023 | 13:05 WIB
 (Brian Hagar)
(Brian Hagar)



SOAL jabatan, Abunawas memang tidak ada apa-apanya dibanding Sultan Harun al-Rasyid. Abunawas hanyalah rakyat jelata, Harun al-Rasyid rajanya. Toh begitu, perbedaan tak membuat Harun al-Rasyid semena-mena terhadap Abunawas. Pun sebaliknya, Abunawas tidak ngeper menghadapi rajanya itu. Yang bisa dicacat dari penguasa Bagdad tersebut: berani mengaku kalah, kalau memang 'terkalahkan'. Tak sekali Harun al-Rasyid 'dikerjai' Abunawas. Dan ketika hasil di lapangan memang harus mengakui kekalahan, al-Rasyid akan legawa.

Seperti ketika Abunawas dengan penuh percaya diri mengungkapkan, bisa mengangkat dan memindah masjid. Di hari H, di depan al-Rasyid dan lautan rakyat, Abunawas tidak keder saat dikejar agar melaksanakan janjinya: mengangkat masjid.

"Saya siap melakukan. Tapi saya minta tolong, agar masjid itu diletakkan di bahu saya. Setelah itu baru akan saya pindah," jawab Abunawas yang membuat semua yang mendengar tercengang.

"Kalau begitu, ini bukan kesalahan saya jika masjid ini tidak bisa saya angkat dan pindahkan," tambah Abunawas.

Jika bukan Harun al-Rasyid, mungkin akan geram dan mencincang Abunawas. Namun karena dalam diri Harun al-Rasyid sudah terplot benak yang selalu mengacu logika, tak ada kemarahan itu. Justru pengakuan empiris yang intinya memuji kecerdasan akal Abunawas.

Sulit memang, seorang yang diplot sebagai pemimpin, bersifat seperti itu. Ego yang tanpa 'dikawal panglima akal sehat' akan menjerumuskan, yang muaranya bisa melahirkan kemarahan-kemarahan konyol. Mengedepankan posisi, sebagai pemimpin, manajer, atau sejenisnya.

Maka bak adagio, ketika pimpinan grup musik 'mengenyahkan' anak buahnya, ketika melontarkan ide yang sebenarnya bagus, tapi tidak sesuai keinginan. Sama mengenaskan saat pelaku seni tradisi harus dipinggirkan, hanya karena fanatismenya terhadap pakem lama. Korelasi bahasa yang tidak pernah ketemu, haruskah melahirkan vonis yang nantinya berdampak sangat 'dahsyat' bagi orang tersebut? Tidak bisakah dirunding bersama? Seperti slogan Orde Baru itu: "musyawarah untuk mufakat."

Jika pimpinan --seperti bos grup musik dan kelompok kesenian tradisi itu-- semena-mena, apa yang bisa diharap dari tampilan yang bakal mereka sajikan? Karena digerakkan dengan gaya 'diktator' sangat kecil kemungkinan bisa maksimal.

Kesepakatan adalah jalan utama. Ketika Metallica 'digarap' Flemming 'Razz' Rasmussen, Lars Ulrich cs bisa menerima masukan yang diberikan produser asal Denmark itu. Sebaliknya, meski sudah dikenal bertangan dingin melejitkan band-band yang digarap, Rasmussen tidak memuntahkan begitu saja idenya. Ada kesepakatan dengan personel Metallica. Hasilnya, sungguh indah. Rasmussen mendapat penghargaan atas kontribusinya di lagu One Metallica (album And Justice for All; 1988). Kenapa itu tidak ditiru?
(*)

Editor: Brian Hagar

Tags

Terkini

Kenapa Manusia Membodohkan Diri?

Selasa, 28 Maret 2023 | 12:05 WIB

Parfum Tahan Lama, Gimana Caranya?

Selasa, 28 Maret 2023 | 09:05 WIB

Diskursus Perempuan Pencerah Peradaban

Rabu, 22 Maret 2023 | 08:33 WIB

Komunitas Semak Kata Gelar Sarasehan Puisi

Selasa, 14 Maret 2023 | 20:24 WIB

Lima Cara Mendeteksi Kebohongan Seseorang

Kamis, 9 Maret 2023 | 19:24 WIB

Fenomena Dawet Ayu Banjarnegara: Serupa Beda Rasa

Senin, 27 Februari 2023 | 16:09 WIB

Isra Mi'raj dan Teori Pariwisata Modern

Jumat, 17 Februari 2023 | 18:40 WIB

Jika Pasangan Tiba-tiba Ingin Berpisah Harus Bagaimana?

Selasa, 14 Februari 2023 | 09:35 WIB

Cara Atasi Asam Lambung yang Meninggi

Senin, 13 Februari 2023 | 13:05 WIB

Gagal Berumah Tangga Tak Bikin Trauma

Senin, 13 Februari 2023 | 09:51 WIB

Epilog: Penyair Identik dengan Kemalasan?

Senin, 13 Februari 2023 | 08:58 WIB

Wiwin Andie Mantan Model, Kini Desainer Potensial

Rabu, 1 Februari 2023 | 07:27 WIB

Menghitung UKT dari Gaji Orangtua, Begini Caranya

Senin, 30 Januari 2023 | 16:21 WIB
X