VARTADIY.COM, JAKARTA - Pakar Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ardi Putra Prasetya dinobatkan sebagai doktor termuda kriminologi di Indonesia.
Predikat itu disematkan kepada Ardi usai dinyatakan resmi meraih gelar doktor di jurusan Kriminologi Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 3,3 tahun, Kamis 24 November 2022
Dalam sidang terbuka tersebut terdapat diskusi menarik soal deradikalisasi dan dunia terorisme antara Ardi dan para pengujinya yaitu Pakar Terorisme, Dr. Sri Yunanto, Ph.D, Guru Besar Kriminologi Prof. Dr. M. Mustofa, M.A. dan Guru Besar Psikologi UI, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si.
Ardi mempertahankan disertasinya dengan memberikan argumen-argumen realistis terkait berhentinya seseorang dari aktifitas kejahatan terorisme.
Baca Juga: Undangan Resmi Kaesang - Erina Gudono 11 Desember 2022 di Pura Mangkunegaran Beredar
Sidang promosi tersebut dihadiri pejabat tinggi dari BNPT, Badan Intelijen Negara (BIN), Polri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam disertasinya, dia menuliskan penelitian dengan judul 'Desistensi dari Terorisme (Desifter) : Konsepsi Komprehensif tentang Tipologi, Peramalan Intervensi Mantan Pelaku Teror'.
Selama pengerjaan disertasinya, ia dipromotori oleh Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D. Di dalam disertasinya, Ardi membahas mengenai fenomena desistensi terorisme yang tidak hanya sebatas menjelaskan bagaimana mantan pelaku teror dapat berhenti menjadi teroris atau kembali terlibat dalam kelompok teroris. Di mana itu terdapat faktor-faktor dan pengaruh lain yang mendukung timbulnya fenomena desistensi dari terorisme.
"Pembentukan tipologi desistensi dari terorisme serta peramalannya yang dapat memberikan pandangan berbeda terkait penanganan dan pencegahan terorisme.
Peramalan tersebut akan mencakup kondisi mantan pelaku teror atau disebut idling mode lalu faktor pendorong catalyst evet yang menyebabkan mantan pelaku teror melakukan aksinya kembali," paparnya
Ardi melakukan penelitian disertasinya dengan menggunakan metode kualitatif.
Dia melakukan wawancara mendalam terhadap 35 mantan teroris dan Focus Group Disscussion (FGD) bersama 13 pakar intervensi pelaku teror.
Hal ini dilakukan agar dapat menggambarkan bagaimana wujud dari tipologi desistensi dari terorisme.